Analisa Kebutuhan Pengembangan Karyawan

Dalam melakukan kegiatan operasionalnya setiap perusahaan menuntut para karyawan menunjukkan usaha yang maksimal dalam bekerja, memiliki sikap kerja yang positif, dan ahli dalam menunaikan setiap tugas yang diberikan kepadanya. Namun tidak jarang kita temukan dalam keseharian ada saja karyawan yang bekerja tidak sesuai harapan dan tuntutan perusahaan. Banyak faktor yang bisa mempengaruhi : motivasi kerja yang rendah, sikap yang kurang baik, atau keterampilan yang kurang memadai. Dalam istilah kompetensi : inkompetensi baik soft skill maupun hard skill.

Karena karyawan adalah aset paling berharga yang dimiliki perusahaan, perusahaan perlu menyusun strategi untuk mengatasi masalah ini. Salah satu hal yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah melakukan development need analysis (analisa kebutuhan pengembangan untuk karyawan) agar dapat menentukan metode paling tepat untuk memenuhi gap (kesenjangan) antara objektif perusahaan dan kompetensi karyawan, atau lebih spesifik lagi dapat dikatakan kesenjangan antara standar kinerja dengan skill aktual yang dimiliki seorang karyawan.

Berikut beberapa pertanyaan yang sering muncul terkait analisa kebutuhan pengembangan karyawan :

  1. Siapa yang bertanggung jawab terhadap pengembangan karyawan

    Semua pihak memiliki tanggung jawab agar kompetensi karyawan sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Bagi perusahaan, analisa kebutuhan ini memiliki tujuan yang lebih luas daripada sekedar meningkatkan skill dan produktifitas karyawan. Perusahaan dapat menentukan strategi untuk meningkatkan komitmen karyawan terhadap pekerjaannya, dan lebih jauh lagi dapat meningkatkan loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Terutama untuk karyawan yang dianggap unggul (key talent) diharapkan dapat bertahan di perusahaan (bagian dari program retainment) dan menyumbangkan hal terbaik yang bisa mereka berikan. Pembahasan mengenai key talent dan retainment program akan disampaikan dalam artikel terpisah.
    Atasan juga memiliki kepentingan dalam melakukan analisa kebutuhan pengembangan karyawan ini. Sebagai pemimpin, tanggung jawab atas kinerja tim ada di tangannya. Dengan melakukan analisa yang tepat terhadap kebutuhan pengembangan anak buah, atasan juga diuntungkan dengan penyelesaian pekerjaan yang bisa lebih cepat dan lebih baik karena peningkatan skill anggota tim.

    Di beberapa perusahaan, analisa kebutuhan pengembangan terkadang dilakukan oleh HR (atau Divisi  Pengembangan SDM). Dari kacamata penulis, hal ini kurang tepat dilakukan karena biasanya personil HR bukanlah orang yang paling mengenal karyawan secara personal maupun profesional, sementara proses analisa ini mengandung unsur coaching dan counseling. Diskusi antara atasan dan bawahan (karyawan yang bersangkutan) akan membuat proses analisa kebutuhan pengembangan ini menjadi lebih kaya karena masing-masing pihak bisa menyampaikan harapan dan aspirasinya. Dengan demikian maka komitmen dari kedua belah pihak bisa diharapkan. Dalam hal ini HR akan bertindak sebagai
    observer dan mediator jika diperlukan, dan mendokumentasikan hasil akhir kesepakatan program pengembangan yang akan dilakukan.

    Selain sebagai
    observer/mediator dan mendokumentasikan program seperti yang telah disampaikan di atas, HR atau Divisi Pengembangan SDM memiliki peran dan tanggung jawab sebagai berikut :

    • melakukan validasi atas program pengembangan yang sudah diajukan atasan atau departemen
    • memfasilitasi pelaksanaan program pengembangannya, termasuk dalam hal ini menyusun kurikulum dan program pengembangan (development matrix) jika program dilakukan oleh internal perusahaan
    • melakukan monitoring untuk memastikan efektifitas dari sebuah program.
  2. Apa yang menjadi acuan dalam melakukan analisa kebutuhan pengembangan karyawan

    Analisa kebutuhan pengembangan karyawan bisa merujuk pada kinerja tim maupun individu. Penilaian kinerja ini biasanya dilakukan menjelang akhir tahun, dan dengan demikian kegiatan ini bisa dilakukan untuk mengevaluasi kinerja tahun berjalan dibandingkan dengan kesenjangan kompetensi yang mungkin ada, maupun kompetensi yang harus ditingkatkan untuk mencapai target kerja di tahun berikutnya. Secara tim juga dapat dilihat kompetensi yang secara akumulatif paling banyak gap-nya sehingga bisa disimpulkan kekuatan maupun improvement area dari tim tersebut. Acuan lain yang bisa digunakan adalah aspirasi pribadi karyawan yang ingin mengembangkan diri, khususnya untuk para key talent yang ingin mengembangkan karir lebih tinggi lagi di perusahaan.

  3. Bagaimana melakukan analisa kebutuhan pengembangan karyawan ini

    Dalam penilaian kinerja atasan dan karyawan bersama-sama melakukan review atas hasil pekerjaan selama satu tahun. Jika ada tolok ukur penilaian (Key Performance Indicators/KPI) yang tidak tercapai maka harus dilakukan evaluasi faktor-faktor yang menyebabkannya, salah satunya adalah kesenjangan kompetensi antara kompetensi ideal dan kompetensi aktual. Setelah dapat diidentifikasi inkompetensi karyawan, langkah selanjutnya adalah melakukan coaching atau counseling agar dapat diketahui area dan metode pengembangan yang akan diambil. Jika cukup banyak kompetensi yang harus ditingkatkan atasan dan karyawan bisa menentukan berdasarkan skala prioritas dengan mengacu rencana kerja di tahun berikutnya. Selanjutnya program pengembangan yang sudah dibuat diajukan ke HR untuk divalidasi ataupun difasilitasi.

  4. Apa saja metode yang bisa dilakukan untuk mengembangkan kompetensi karyawan

    Banyak pihak yang beranggapan jika pengembangan karyawan identik dengan pelatihan/training. Padahal biaya pelatihan relatif mahal (apalagi jika peserta berasal dari luar kota sehingga membutuhkan biaya transportasi dan akomodasi). Selain itu, dari pengamatan penulis cukup banyak hal yang menjadikan pelatihan tidak efektif. Pemilihan peserta pelatihan yang tidak tepat, tidak adanya monitoring dan tindak lanjut (job follow up) setelah pelatihan, maupun materi pelatihannya yang kurang tepat sasaran. Seringkali setelah selesai pelatihan peserta tidak mengimplementasikan pengetahuan yang didapat sehingga pelatihan semakin mubazir dan tidak efisien.

    Salah satu prinsip program pengembangan yang bisa diikuti adalah 70-20-10. Pola ini bisa menunjuk kepada waktu yang diberikan untuk pengembangan, persentase program maupun budget yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dengan pertimbangan efektifitas dan efisiensi, perusahaan bisa menetapkan metode
    self development (belajar sendiri) sebanyak 70%, 20% learning from others (belajar dari orang lain), dan sisanya sebanyak 10% adalah formal learning. Contoh dari self development antara lain: membaca buku, magang, yang menitikberatkan pada proporsi peran karyawan yang lebih dominan. Learning from others diantaranya adalah benchmark atau special assignment di departemen atau bahkan perusahaan lain sebagai tempat pembelajaran. Sementara formal learning bisa berupa pelatihan (inclass training) maupun pendidikan formal. Masih banyak contoh program pengembangan yang bisa dilakukan, sesuai dengan kebutuhan dan budget individu maupun perusahaan. Tentu saja perlu dipertimbangkan secara seksama tingkat efektifitas setiap program yang akan dipilih, karena bagaimanapun setiap program pengembangan harus memberikan imbal balik positif kepada perusahaan, baik dari sisi produktifitas maupun finansial.

Leave a Comment